Welcome to Melbourne

09.57


Gak pernah terpikir sekalipun di benak saya bahwa saya akan mendaratkan kaki di Melbourne dan menempuh pendidikan di salah satu universitas terbaik di dunia, the University of Melbourne atau banyak orang lebih familiar dengan sebutan Unimelb. Pertama kali saya mengenal Unimelb adalah ketika saya pertama kali juga mencoba daftar beasiswa Australia Awards Scholarship setelah lulus kuliah S1 dulu. Ketika itu saya sedang riset kampus yang sesuai dengan kebutuhan saya dan saya menemukan Unimelb. 

Impresi saya saat membuka situs Unimelb waktu itu:

"Hmm, yang kuliah di sini pasti pinter-pinter banget ya."

"Syarat minimum IELTS nya aja rata-rata overall 7."

"Tapi kayaknya mudah masuk, tapi bakal susah keluar nih kalo masuk kampus ini."

"Gak mungkin lah aku bisa masuk kampus ini."

Saya akui, terkadang saya memang suka gak pede juga. Apalagi kalau melihat kemampuan akademis dan bahasa Inggris saya saat baru lulus kuliah yang masih jauh dari sempurna (ya sekarang juga belum sempurna sih, haha). Alhasil, saya coba-coba daftar kampus yang lain seperti Curtin University dan the University of Newcastle. Alasan saya daftar Curtin karena itu salah satu kampus yang saya tau gara-gara dosen pembimbing saya (alias Pak Sony :D) adalah lulusan Curtin University. Sedangkan keisengan daftar the University of Newcastle karena tertarik dengan jurusannya. 

Waktu berlalu cukup lama, hingga saya mendaftar beasiswa Australia Awards Scholarship lagi di tahun 2020 dengan bekal yang lebih matang, tujuan yang lebih jelas. But, then again, Melbourne bukan tujuan utama saya. Untuk pilihan kampus, saya awalnya lebih mempertimbangkan kampus di Sydney (the University of Sydney dan UNSW) serta kampus di Brisbane (Queensland University of Technology) karena ilmu yang saya butuhkan ada di kampus itu. Sejujurnya saya agak menghindari Melbourne karena saya belum terlalu familiar dengan kotanya, dan saya belum nemu apa yang saya cari di kampus Melbourne. Namun semuanya memang berubah seketika ketika keberangkatan saya ke Australia tertunda beberapa kali karena adanya penutupan perbatasan Australia (border closure).

Saya jadi punya waktu lebih untuk mempertimbangkan kembali pilihan kampus dan jurusan saya. Kebetulan dari tim AAI juga memberikan kesempatan bagi awardee untuk pindah jurusan, selama masih di satu pilar yang sama. Di aplikasi beasiswa, saya memilih pilar ekonomi, sehingga opsi pilihan saya yang lain gak boleh jauh-jauh dari pilihan tersebut. Saya kemudian membuat analisa perbandingan antara beberapa jurusan dan kampus yang sekiranya sesuai dengan kebutuhan saya. Bener-bener literally saya bikin file excel untuk membandingkan antar jurusan dan kampus. Riset lebih dalam pada masing-masing jurusan juga saya lakukan dengan lebih detail, ditambah konsultasi dengan beberapa orang termasuk Pak Sony. Setelah melakukan pertimbangan yang lebih matang, sampai pada saatnya saya mengambil keputusan bahwa saya akan mengambil Master of Digital Marketing di Unimelb. Sejak itu, saya menaruh segala harapan dan semangat saya pada Melbourne. 

Welcome to Melbourne! I finally arrived in Melbourne on June 6th 2022. 

Pertama kali mendarat di Melbourne, saya bisa merasakan bahwa kota ini memang punya keunikan tersendiri, sungguh berbeda dari Sydney, Brisbane, Gold Coast atau Perth yang pernah saya kunjungi sebelumnya. Menurut saya, gelar Melbourne sebagai kota kopi memang pantas untuk disandang oleh kota ini. Mungkin coffee culture yang begitu kuat membuat seperti kita sedang berada di negeri dongeng kopi, hehe.. Bahkan gak jarang saya lihat bagaimana anak kecil udah diajarin ngopi sejak dini, lucu banget liatnya mereka pegang gelas kopi yang buat baby gitu, kecil imut-imut, haha.. Overall, I love Melbourne. Datang ke kota ini dengan ekspektasi yang minimum, membuat saya lebih bisa menghargai dan menikmati ritme kehidupan di Melbourne. Hanya ada satu hal yang bikin harus adaptasi lebih keras, yaitu terkait cuaca, haha.. Seperti yang orang bilang, Melbourne itu kota yang dingin (secara cuaca), dan kota yang suka galau sama cuaca karena bisa aja dalam sehari itu panas, dingin, angin, hujan, ganti-gantian aja terus kayak gitu. Dulu saya pikir Sydney udah termasuk kota yang paling galau, ternyata Melbourne lebih galau.

Berada di Melbourne, menempuh pendidikan di Unimelb, buat saya seperti mimpi yang akhirnya jadi kenyataan. Eh, meskipun saya gak pernah mimpi banget ada di sini karena udah pesimis duluan >.< , tapi seakan Allah ingin menunjukkan bahwa dengan ridhoNya, saya bisa melakukannya, berada di sini, menjadi bagian dari Melbourne. Dan semua ini gak terlepas dari dukungan keluarga dan sahabat-sahabat saya. Sekali lagi saya bersyukur, sangat mensyukuri setiap nikmat yang saya dapatkan. 

Semoga perjalanan saya di Melbourne saat ini bisa membuat saya terus bertumbuh dan berproses :))


You Might Also Like

0 comments

Followers

Twitter