Marketing Enthusiast

12.14

Marketing tidak lagi menjadi kata yang asing di telinga kita. Kalau dulu masih banyak yang beranggapan bahwa marketing itu sama halnya dengan sales, namun saya kira saat ini sudah semakin banyak masyarakat yang teredukasi bahwa marketing dan sales merupakan dua hal yang sejatinya seperti pinang dibelah dua, mirip sekilas dengan differensiasi masing-masing. 


Marketing is about identifying and meeting human and social needs.
-Philip Kotler-


Berbicara tentang marketing sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu yang lain seperti psikologi dan komunikasi. Di dalam memahami kebutuhan manusia, kita harus memahami karakter individu tersebut, apa yang ada di dalam pikirannya, kebiasaan apa saja yang dilakukan setiap hari dan kebutuhan apa yang perlu dipenuhi. Ketika bertatap muka dengan individu tersebut, maka kita juga harus mengerti bagaimana cara berkomunikasi yang efektif sehingga maksud dan tujuan dapat disampaikan dengan baik. Di situlah letak seni dari ilmu marketing.

Marketing adalah tentang cara kita berkomunikasi untuk memahami kebutuhan orang lain. Sedangkan sales langsung pada tujuannya untuk menghasilkan suatu angka penjualan. Di beberapa perusahaan, ada yang menjalankan kedua fungsi tersebut secara bersamaan dengan menyatukan marketing dan sales dalam satu divisi. Namun ada juga yang lebih memilih untuk membangun pagar kecil sebagai batas keduanya dan menentukan fokus, marketing sebagai strategic planner sedangkan sales sebagai penggenjot laba perusahaan melalui aktivitas penjualan. 

Marketing Enthusiast, julukan bagi orang-orang yang memiliki passion tinggi di dunia marketing. Saya pribadi tertarik dengan marketing sejak empat tahun lalu. Bagi saya marketing adalah dunia yang sangat dinamis. Di dunia ini kita bisa mengeskpresikan ide-ide segar untuk diaplikasikan dalam bentuk strategi-strategi marketing. Berada di sekitar marketing enthusiast sudah seperti berada di surganya kreativitas, it's all about creating something new. Dan inilah yang masih terus saya nikmati hingga saat ini. 

Semasa kuliah, saya belajar banyak dari salah satu dosen marketing favorit saya selama di kampus. Sir Sony, begitu kami sering memanggilnya. Beliau yang membuka mata saya tentang sangat simple dan menariknya belajar marketing secara global. Pengalaman-pengalaman beliau sebagai marketing enthusiast di dunia akademik menginspirasi saya untuk mencicipi nikmatnya berkutat sebagai marketing researcher hingga akhirnya membawa saya pada kesempatan berkenalan dengan marketing tourism. 


"Being marketer is not always about attracting people, 
but it is also about how to exchange our standpoint"
           
Apa yang saya temui di dunia pekerjaan saat ini tentu agak berbeda dengan pengalaman saya ketika di kampus. Bangku kuliah hanya mampu memberi pemahaman dari segi teori, namun dunia kerja menuntut kita lebih keras agar kita dapat mengimplementasikan ilmu marketing di dunia bisnis yang sesungguhnya. Sebagai marketing communication staff di Kementerian Pariwisata (Kemenpar), kegiatan sehari-hari saya tidak terlepas dari marketing. Meskipun Kemenpar merupakan instansi pemerintah, namun penerapan budaya kerja swasta mulai cukup kental di sini demi meningkatkan performa pariwisata nusantara. Branding, Advertising dan Selling adalah fokus garapan kami saat ini. Kami biasa menyingkatnya dengan BAS, yaitu strategi pemasaran pariwisata nusantara. 

Kegiatan publikasi branding Pesona Indonesia di media elektronik membawa saya pada satu meeting ke meeting yang lain. Dari pertemuan yang ada tersebutlah saya bertemu dengan tidak hanya satu atau dua orang, namun banyak marketing enthusiast lainnya. Minggu lalu saya bertemu dengan Mbak Lani, salah satu marketing enthusiast yang saat ini tergabung dalam tim marketing MRA Radio Network. Baru beberapa menit bertemu namun Mbak Lani tanpa sungkan ngoceh panjang lebar tentang ide-idenya untuk campaign Pesona Indonesia di radio yang dipropose ke kami. Bertahun-tahun memupuk pengalaman di dunia agensi periklanan membuat Mbak Lani tidak canggung lagi saat harus menjelaskan ide gilanya di depan klien. Kadang terdengar gila, dan mungkin butuh banyak biaya, namun apa salahnya kita saling bertukar ide terlebih dahulu. Siapa tahu suatu saat kita bisa mewujudkan ide-ide gila itu satu per satu. 

Berbeda dengan Mbak Lani, Mas Yadhi, salah satu marketing Trans 7 (yang pernah saya ceritakan di artikel Wakatobi) justru lebih banyak memberi saya pemahaman tentang konsep built in yang efektif agar brand kita dapat terkomunikasikan dengan baik. Sedangkan teman-teman marketing dan sales dari stasiun TV maupun radio lainnya membuat saya semakin percaya pada buku BrandMate karangan Bu Amalia E.Maulana yang menekankan bahwa sebuah brand harus memperlakukan konsumennya sebagai soulmate. Hubungan yang tercipta dalam bentuk pertemanan seperti itu memang cukup berhasil membuat kerja sama kita semakin luwes tanpa meninggalkan profesionalitas.

Saya pernah mangikrarkan diri sebagai marketing enthusiast. Bukan karena saya merasa telah mahir di bidang ini, namun karena saya merasa selalu haus akan ilmu-ilmu marketing. Marketing as the art and science, telah mampu membuat saya jatuh hati berkali-kali. Bertemu, berkumpul dan bercengkerama dengan marketing enthusiast lainnya akan menjadi hal yang selalu saya nanti-nantikan.



You Might Also Like

0 comments

Followers

Twitter