Mengasah Kemampuan Berpikir Kritis Dalam Mempersiapkan Aplikasi Beasiswa

11.55



Mendapatkan beasiswa dan memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di kampus terbaik dunia merupakan impian semua orang. Saya sendiri mulai memimpikannya sejak di bangku kuliah. Dua belas tahun yang lalu, informasi yang bisa saya dapatkan di media terkait beasiswa ke luar negeri, tentunya tidak sebanyak saat ini. Saya harus lebih rajin membuka media sosial kantor internasional yang ada di kampus untuk bisa mengetahui, ada program menarik apa saja ya yang bisa saya ikuti. Bahkan terkadang, saya juga mencoba iseng cari informasi sendiri melalui google hingga akhirnya menemukan beberapa program yang sekiranya memungkinkan untuk didaftar.

Segala kemudahan yang ada saat ini, tentunya patut kita apresiasi dan harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Saya menyadari bahwa salah satu kegagalan saya mendapatkan beasiswa ke luar negeri dulu karena kurangnya kemampuan berpikir kritis saya. Lebih sering mengharapkan sesuatu yang instan tanpa berusaha semaksimal mungkin. Padahal hasil yang terbaik merupakan output dari usaha yang keras. Jika bingung dengan apa yang harus dilakukan, mencari mentor bisa menjadi salah satu solusi. Sayangnya saat di bangku kuliah dulu, saya belum terlalu paham dengan pentingnya bertanya dan mengesampingkan rasa sungkan ataupun malu untuk mencari informasi sedetail mungkin. 

Tahun ini adalah tahun kedua setelah saya dinyatakan lolos beasiswa AAS tahun lalu. Sangat bersyukur bahwa tahun ini akhirnya bisa masuk ke tahap proses persiapan keberangkatan, hal yang sangat gamang untuk dilakukan setahun ke belakang akibat adanya pandemi Covid-19 yang membuat kondisi serba tidak menentu. Di saat yang bersamaan, saya juga melihat sosok-sosok calon pelamar beasiswa dengan karakter yang mirip seperti diri saya yang dulu, memiliki impian yang besar untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri, namun masih penuh kebingungan dan kegalauan. Ada beberapa pertanyaan yang sering saya temukan dari fenomena ini:

"Jadi daftar gak ya?"  
"Aku pantes buat daftar gak sih?"
"Kalau daftar, nanti beneran bakal lolos gak ya?"
"Pengen dapet beasiswa ini, tapi mulainya dari mana?"
"Jurusan apa yang cocok buat aku?"

Sebenarnya pertanyaan-pertanyaan seperti itu hanya bisa dijawab oleh diri kita sendiri. Sebenarnya apa yang ingin kita lakukan? Dan apa tujuan kita daftar beasiswa dan melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya? Kenapa kita mau belajar lagi tentang topik-topik tertentu? Jika kita sudah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka menurut saya, itu artinya kita sudah siap untuk melamar beasiswa. Namun, apa yang terjadi jika ternyata kebingungan masih melanda dalam diri kita? Mencoba asah kemampuan berpikir kritis adalah jawabannya.

Niat dan kemauan untuk bisa mendapatkan beasiswa dan kuliah lagi memang sudah cukup bagus. Tapi niat saja tanpa disertai dengan usaha yang maksimal tentunya juga tidak akan berbuah hasil yang optimal. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk terus mengasah kemampuan berpikir kritis tentang detail apa saja yang perlu kita ketahui, persiapkan dan lakukan. 

1. Pahami Tujuan Hidup (Your Ultimate Goal)

Hal paling mendasar yang perlu kita lakukan ketika sudah ada niat untuk melamar beasiswa dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu memahami dan menentukan tujuan hidup kita. Sebenarnya kita mau ngapain aja ke depannya. Apa yang sudah kita lakukan sebelumnya, yang sedang dilakukan saat ini dan yang akan dilakukan ke depan harus inline atau memiliki benang merah. Tanyakan secara mendetail kepada diri kita sendiri, sebenarnya ke depan mau ngapain aja. Semakin detail, semakin bagus. Itu artinya vision kita jelas. 

Dalam menentukan tujuan hidup, bisa coba ambil satu isu yang paling menarik, dan sekiranya bisa mendukung kita baik secara personal maupun professional di masa depan. Dengan begitu kita bisa mulai mendapatkan gambaran, bahwa di masa depan nanti kita akan menjadi sosok yang seperti apa dan mampu berkontribusi di bidang apa. 

2. Riset Beasiswa

Setelah kita menentukan tujuan hidup (ultimate goal), baru kemudian kita mulai melakukan riset beasiswa yang sekiranya sesuai atau cocok dengan tujuan kita. Perlu dipahami bahwa goals masing-masing beasiswa itu berbeda, jadi sangat penting bagi kita untuk memahami profil dan karakteristik setiap beasiswa. Di sinilah saat yang tepat pula bagi kita untuk bisa mengasah kemampuan berpikir kritis kita, khususnya tentang segala hal terkait beasiswa yang ingin dilamar. 

Informasi yang detail sebenarnya dapat kita dapatkan dari situs resmi beasiswa maupun handbook beasiswa. Jika informasi yang tersedia cukup banyak atau handbook yang ada juga lumayan tebal, saya sangat mendorong teman-teman untuk membacanya dengan teliti. Meskipun terkadang terasa berat di awal, namun yakinlah bahwa hasil tidak akan menghianati usaha. Bahkan semakin kamu memahami karakteristik kandidat yang dicari lembaga penyedia beasiswa, maka semakin mudah kamu menentukan strategi agar bisa lolos beasiswa tersebut. 

Saya pribadi pernah mengalami hal tersebut. Di tahun 2014, saat pertama kali daftar beasiswa AAS, sebenarnya saya sudah mendapatkan info untuk benar-benar membaca handbook AAS. Namun karena saya malas dan meremehkan hal tersebut, alhasil saya gagal di seleksi pertama karena ada beberapa hal yang saya lewatkan dalam hal administrasi. Berkaca dari kegagalan di masa lalu, saat saya apply beasiswa AAS pada tahun 2020, semua jenis informasi saya baca. Gak cuman dari sumber resmi beasiswa, bahkan bsia dibilang semua jenis konten tentang beasiswa AAS baik di Youtube, blog maupun podcast saya simak secara detail sehingga pertanyaan-pertanyaan saya tentang beasiswa AAS dapat terjawab sedikit demi sedikit dan hal ini sangat membantu saya dalam mempersiapkan diri dalam aplikasi beasiswa AAS. 

3. Bangun Networking Dengan Awardee Beasiswa

"Malu bertanya sesat di jalan."
Siapa sih yang gak tau peribahasa tersebut? Mudah diucapkan namun terkadang sulit untuk dilakukan. Apalagi budaya orang Indonesia yang cenderung sungkan atau malu untuk bertanya, apalagi berkenalan dengan orang baru. Namun menurut saya, jika kita memang memiliki niat yang kuat, maka tidak ada yang bisa membatasi atau menghalangi segala usaha yang bisa kita lakukan, termasuk rasa malu dan sungkan bertanya. Hal ini saya pelajari dalam proses pengalaman melamar beasiswa dua tahun yang lalu. Terkadang kita penasaran dengan segala informasi beasiswa, khususnya dari sudut pandang applicant atau bahkan awardee. Jika kita ingin semakin dalam memahami beasiswa yang ingin kita daftar, maka penting bagi kita untuk membangun jejaring dengan para penerima beasiswa tersebut sehingga kita bisa mendapatkan informasi yang lebih holistik dari segala macam sudut pandang. 

Dalam membangun networking dengan awardee beasiswa, kita bisa melakukannya dengan berbagai macam cara. Misalkan dengan berkomunikasi dengan rekan sekantor atau teman kuliah yang telah berhasil menjadi awardee beasiswa. Atau bisa juga menggunakan strategi terkini yaitu dengan mencari informasi melalui google dan melakukan kontak dengan awardee beasiswa melalui LinkedIn atau media sosial lainnya.  

4. Find Mentor

Sudah coba riset dan berkomunikasi dengan awardee beasiswa namun merasa kurang? Bisa coba strategi mengasah kemampuan berpikir kritis kamu dalam mempersiapkan aplikasi beasiswa melalui program mentoring. Untuk mendapatkan mentor yang sesuai, terkadang memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Saya pribadi dulu lebih nyaman ngobrol bareng support system, karena mereka yang pertama kali mendorong saya untuk apply beasiswa, dan sangat mendukung saya dalam setiap proses aplikasi. Namun bagi teman-teman yang merasa kebingungan harus ngobrol dengan siapa, bisa coba menggunakan jasa mentoring beasiswa yang sudah mulai banyak tersedia, baik yang berbayar maupun gratis. 

Peran mentor di sini nantinya akan membantu mengarahkan kita, mulai dari tujuan utama melamar beasiswa, memahami karakteristik beasiswa, mempersiapan segala persyaratan mendaftar, hingga memberikan masukan terkait essay beasiswa. Meskipun mentor dapat berperan dalam membantu kita dalam mempersiapkan semuanya, bukan berarti kita hanya diam saja dan sekedar melakukan apa yang diarahkan oleh mentor. Menurut saya, justru ketika memiliki mentor seperti ini, bisa dijadikan momen yang bagus untuk saling bertukar pikiran. Jika ada pertanyaan, setidaknya kita tau harus bertanya kepada siapa. Sehingga kemampuan berpikir kritis kita bisa tetap diasah. 

5. Riset. Riset. Riset

Never stop to conduct your own research! The more you ask, the more you know. 



You Might Also Like

0 comments

Followers

Twitter