Happy Independence Day, Indonesia! - Sudahkah Pariwisata Kita Merdeka?

19.47




Hari ini, tepat di tanggal 17 Agustus tahun 2015, masyarakat Indonesia sedang semaraknya merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-70. Angka 7 memang sangat menarik bagi saya. Selain karena angka 7 merupakan angka ganjil (Allah SWT menyukai segala sesuatu yang ganjil), namun angka 7 juga berkaitan dengan tanggal kemerdekaan kita, yaitu 17. Maka dari itu, tidak heran jika banyak dari kita tentu mengharapkan sesuatu yang spesial di hari lahir bangsa Indonesia yang ke-70 ini.

Di hari kemerdekaan, saya mengawalinya dengan memakai baju korpri dan mengikuti upacara bendera di lingkungan kerja Kementerian Pariwisata. Bukan hanya saya saja kok, tapi saya yakin semua CPNS hari ini lagi bangga-bangganya pakai korpri, hehe.. Tentu dengan alasan yang beragam ya, seperti karena kebanggaan sebagai aparatur sipil negara atau mungkin juga karena baru pertama kali mengenakannya. Namun bagi saya, memakai baju korpri dan mengikuti upacara itu saya anggap sebagai salah satu cara saya dalam menunjukkan rasa bangga saya sebagai bagian dari bangsa Indonesia. :)) Bahasa kerennya, nasionalisme!

Tidak ada yang lebih membanggakan memang, selain menjadi orang Indonesia. Saat saya mengikuti konferensi selama hampir dua minggu di Bangkok, Thailand, lagi-lagi yang saya rindu adalah makanan Indonesia. Masak jauh-jauh ke negeri gajah juga yang dimakan nasi telur dadar (di sana disebut omelet rice :''D). Ketika saya baru saja mendarat di Macau, Cina, yang menyambut saya adalah hujan petir badai super nyeremin (bahkan belum pernah saya alami sekalipun di Indonesia). Makanya saya bersyukur bisa lahir, tumbuh, dan berkembang di negara Indonesia, negara dengan sejuta kekayaan kuliner, keindahan alam yang tak tertandingi dan cuaca yang tergolong stabil (tidak terlalu ekstrim) karena di Indonesia hanya ada dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Bayangkan saja jika Indonesia langganan angin tornado seperti di Amerika Serikat atau topan di dataran Cina, pasti serem banget deh. Saya juga cukup senang di Indonesia tidak terjadi empat musim, apalagi musim salju yang super dingin atau musim panas yang bisa memicu gelombang panas. Mungkin bagi sebagian orang yang belum terlalu paham, negara empat musim, apalagi musim salju itu keren. Padahal hanya dari tampilan visualnya saja memang terlihat lebih menarik dan tidak biasa. Namun kalau sudah benar-benar merasakan musim dingin, saya tidak bisa menjamin kita bisa sangat menikmatinya. Jadi berbanggalah kita yang lahir dan tinggal di tanah air Indonesia ini!

Kembali pada peringatan 17 Agustus saat ini, pesan penting yang disampaikan oleh pembina upacara di lingkungan kerja Kementerian Pariwisata hari ini adalah "70th Indonesia Merdeka - Ayo Kerja". Bagi saya, pesan itu tidaklah sebuah hal baru mengingat sejak pemerintahan Pak Jokowi, Kabinet Kerja selalu digadang-gadang sebagai kunci utama pembangunan bangsa. Menurut saya sih, selama itu bertujuan positif, maka tidak ada salahnya kita dukung. Untuk CPNS seperti saya, terutama bisa memberikan dukungan nyata melalui kinerja saya di kantor nantinya. Toh kalau bangsa ini bisa maju, kita juga kan yang senang? :))

-&-

Membahas mengenai Kemerdekaan RI hari ini, saya tertarik dengan kemerdekaan pariwisata Indonesia. Sudahkah pariwisata kita merdeka? 

Beberapa hari yang lalu, seorang sahabat mengirim pesan kepada saya untuk melihat video di YouTube tentang penjualan-penjualan pulau terluar Indonesia. Lebih tepatnya, sebenarnya tentang salah satu objek destinasi wisata yang berupa pulau di ujung wilayah Sumatra Barat disewa serta dikelola oleh investor asing karena pemerintah daerah belum sanggup mengelolanya. Akibat dari hal tersebut, tidak sembarangan orang bisa memasuki kawasan itu. Hanya orang yang telah memiliki ijin atau memang telah reserve cottage di pulau tersebut yang bisa memasukinya. Orang awam yang tidak mau mencari tau lebih lengkap tentang kasus ini tentu akan menganggap adanya penjajahan di jaman modern meskipun prosedur investasi yang dilakukan oleh orang asing tersebut sudah sesuai aturan. Padahal, andai saja kita tahu, sesungguhnya memang masih sangat banyak tempat-tempat wisata potensial di Indonesia ini yang belum bisa dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah sehingga membuat tempat tersebut terbengkalai. Namun giliran ada investor asing yang masuk untuk mengelola, kita menganggapnya sebagai penjajah. Menurut saya, seharusnya kita sendiri lah yang harus malu. Kita tidak perlu merasa harus merdeka dari jajahan bangsa asing. Namun kita sepatutnya merdeka dari ketidakmampuan diri kita sendiri dalam mengelola dan menjaga kekayaan pariwisata bangsa ini. Jadi, sudah merdekakah pariwisata kita saat ini?

Unsur dalam pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata di Indonesia adalah Sapta Pesona, yaitu Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah, Kenangan. Jika 7 unsur tersebut ada yang tidak terpenuhi, maka Sapta Pesona pun tidak akan tercapai. Ketika saya berkunjung ke Puncak Darajat di Garut Jawa Barat, saya sedih karena melihat tempat parkir lokasi wisata yang dikelilingi oleh sampah. Meskipun itu hanya tempat parkir, namun itu lokasi pertama yang kita kunjungi saat sampai di destinasi wisata lho ya. The first sight is important! Lalu, sore ini, ketika saya melewati kawasan Monumen Nasional (Monas) di Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, saya senang sekaligus sedih. Saya bahagia karena kawasan Monas hari ini sangat ramai dikunjungi wisatawan lokal. Namun sayang, kebanggaan saya harus sedikit ternoda saat melihat semakin banyak sampah yang berceceran di pinggir jalan raya maupun di rerumputan hijau yang seharusnya menjadi penyedap mata.

Dalam mengisi waktu luang saya, tidak jarang juga saya mengunjungi tempat-tempat perbelanjaan di Jakarta. Wisata belanja merupakan salah satu jenis wisata minat khusus yang harus dikembangkan, apalagi oleh kota metropolitan seperti Jakarta. Namun apa yang akan anda rasakan jika saat ingin membeli suatu barang dan bertanya pada para pramuniaga, ternyata mereka merespon anda dengan wajah jutek. Hal serupa juga pernah saya temui ketika akan mengisi ulang kartu untuk naik busway atau TransJakarta. Pagi-pagi saya ke halte busway, yang ada saya justru disuguhi muka super jutek dan omelan gak jelas dari petugas loket halte busway. Itu hanya segelintir contoh tidak terpenuhinya salah satu unsur Sapta Pesona. Jadi, sudah merdekakah pariwisata kita jika unsur Sapta Pesona saja belum bisa terpenuhi dengan baik?

Banyak yang bilang, sektor pariwisata itu merupakan lima besar penyumbang pendapat negara. Namun kenapa masih banyak bagian tubuh dari pariwisata ini yang masih belum diperhatikan dengan baik? Apakah para pemangku kepentingan (stakeholder) di bidang pariwisata ini sudah benar-benar sadar wisata? Tentu jawabannya masih diragukan, maybe yes, maybe not yet. Oleh sebab itu, di hari kemerdekaan bangsa kita ini, saya mengajak kalian semua untuk bisa mengaca pada diri kita sendiri. Tidak perlu menyalahkan pihak asing, tidak perlu menyalahkan faktor x, faktor y, faktor z dan seterusnya. Namun lebih baik lihatlah ke dalam diri kita sendiri, sudahkan kita berusaha untuk bisa memperjuangkan kemerdekaan pariwisata negara kita, Indonesia, dengan maksimal?

Indonesia itu indah, Indonesia itu kaya. 
Sesungguhnya saya pribadi lebih sakit hati jika yang merusak pariwisata Indonesia itu adalah rakyat Indonesia sendiri. 

Jadi, yuk, mari kita perjuangkan pariwisata Indonesia!
Lestari alamku, lestari budayaku, pesona Indonesiaku!

Happy Independence Day!

You Might Also Like

0 comments

Followers

Twitter